Datang, Kritisi, Ulangi.

Diffa' Shada

--

Kalau kamu diminta untuk menjadi pemimpin, apa gagasan yang akan kamu bawa?

Cerita ini aku mulai dari keisengan dan keingintahuanku terhadap seorang tokoh yang akhir-akhir ini cukup mencuri perhatianku, terutama dari pengaruh politiknya yang tersebar di media sosial. Dengan kemampuan narasi dan storytelling yang cukup bagus, beliau mampu mendapatkan atensi yang cukup masif dari mayarakat. Gagasan dan pendapat yang dikemukakan seperti memiliki karakter dan keunikan yang khas sehingga membedakan beliau dari beberapa politisi yang lain. Lantas, siapakah beliau ini?

Bapak Anies Rasyid Baswedan.

Anies Baswedan bersama rektor ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara di Masjid Salman ITB | Sumber: Tribun Jabar

Bagi orang-orang yang awam dunia politik (seperti aku), lazim untuk tidak mengenal beliau secara garis besar. Aku hanya mengetahui lewat media sosial dan beberapa narasi yang digambarkan disana. Berikut beberapa prestasi dan latar belakang yang beliau bawa.

Berkunjung ke Masjid Salman ITB.

Alasan utama aku datang ke kegiatan ini sebenarnya sederhana dan klasik. Aku ingin melihat suasana baru. Sudah cukup lama aku tidak berbuka puasa di masjid ini. Pun juga shalat tarawih secara rutin. Terakhir kali adalah saat berada di asrama.

“Kenapa beliau harus hadir di kampus yang notabene teknologi ini?”

Terus terang, aku selalu mempertanyakan keistimewaan seseorang. Apalagi jika orang itu membawa sebuah pertanyaan atau ide-ide baru yang tidak jamak ditemukan di masyarakat. Maka, aku mulai sebuah eksperimen kecil untuk membuktikan beberapa hal.

Dimulai dari mengamati lingkungan sekitar masjid.

Aku hadir sejak sore hari. Mengikuti materi talkshow menjelang berbuka. Tamunya cukup menarik. Seorang pemain Persib Bandung, Dedi Kusnandar. Beliau berbagi cerita mengenai dunia atlet, perjuangan untuk menjadi pemain professional, hingga sekedar tips untuk semangat berolahraga walau sedang berpuasa. Well, salut buat Kang Dedi. Di akhir acara, panitia membagikan kupon makan berbuka yang sebelumya juga membagikan kurma dan pisang untuk sekedar membatalkan puasa. Selepas acara, panitia melonggarkan jamaah untuk mengisi shaf-shaf terdepan terlebih dahulu. Aku berinisiatif maju. Mewaspadai agar dapat posisi duduk yang pas untuk sekedar memfoto Pak Anies nantinya. Posisi sejajar dengan mimbar dengan jarak sekitar empat sampai lima shaf saja. Entah kenapa aku cukup yakin dengan posisi ini.

Kondisi sekitar masjid mulai ramai. Barisan jamaah yang semula agak longgar mulai dipadati oleh orang-orang yang entah darimana datangnya mulai merangsek ke area depan. Hmm..kok menyebalkan yaa.

Azan magrib berkumandang. Aku teguk minuman. Kuhabiskan kurma dan pisang dengan cepat. Lalu mulai kurapatkan barisan untuk shalat magrib. Selepas shalat, rupanya ada imbauan untuk menyantap makanan di area luar masjid. Sebagai orang yang tidak mau posisinya diganggu, aku memutuskan untuk diam di tempat sampai waktu taraweh bahkan ceramah selesai. Toh, dapat makanan buka puasa bisa diurus nanti-nanti. Yang penting posisi dan situasi aman.

Rupanya jamaah yang fanatik ini makin bertambah. Beberapa merangsek shaf shalat untuk sekedar maju agar bisa melihat beliau dengan jelas. Dan aku baru mengetahui, rupanya anak abah (sebutan untuk fans beliau) tidak hanya kalangan muda, tapi juga ada bapak-bapak paruh baya. Cukup membingungkan juga.

Shalat isya dan tarawih diimami oleh rekan saat masih di asrama dan juga alumni imam muda, Farhan Rasyid. Dengan suara berat yang khas, ia membacakan surah Al-Hasyr secara utuh. Salah satu surah favoritku, karena cukup mudah dihafal dan banyak ayat yang populer.

Ceramah dan Dialog bersama Anies Baswedan.

Anies Baswedan menyampaikan ceramah di Masjid Salman ITB | Sumber : Youtube Salman TV

Beliau meyampaikan beberapa hal yang menjadi poin-poin di benakku.

  1. Mahasiswa ITB diharapkan dapat menjadi orang-orang yang menduduki pemerintahan dan jangan hanya menjadi insinyur belaka.
  2. Berpikir kritis harus diutamakan. Kritis bukan sinis. Kritis bukan selalu curiga. Kritis adalah tentang pemahaman yang mendalam.
  3. Semakin kita bertambah tua, seharusnya kita semakin kritis.
  4. Demokrasi berjalan atas kepentingan rakyat, bukan hanya sekelompok golongan tertentu.
  5. Inspirasi dibuka melalui interaksi, bukan meditasi.

Dan beberapa poin yang bisa anda temukan sendiri di narasi-narasi yang tersebar di media sosial.

Di sela-sela ceramah, beliau sempat menyinggung dengan satir beberapa orang yang cukup kontroversial isunya di pemerintahan. Aku hanya tersenyum simpul mendengar orang-orang yang tertawa atas sindiran beliau. Apakah pemimpin itu layak untuk menyinggung dan berkomentar seperti selayaknya netizen di media sosial? Aneh juga yaa.

Ada cerita menarik yang kudapat dari beliau, yaitu tentang perjalanan beliau bersama Bang Imad, salah seorang insinyut listrik yang pernah menyaksikan peresmian Bendungan Asahan di Sumatra Utara pada tahun 1953–1954 oleh wakil presiden Bung Hatta. Bung Hatta menyampaikan tentang masa depan Indonesia. Ia mengatakan, “Indonesia ke depan harus banyak membangun bendungan seperti ini untuk memenuhi kebutuhan listrik. Kita akan membutuhkan banyak insinyur listrik.” Dan itulah yang membuat Bang Imad pergi dari kampung halamannya, ke pulau Jawa, untuk masuk ke ITB, menjadi insinyur listrik. Beliau menekankan kepada para jamaah yang hadir, bahwa itulah yang disebut sebagai kepercayaan tanpa syarat. Bung Hatta mendapatkan itu karena integritas dan kompetensinya.

Beliau juga memitipkan kepada para jamaah untuk membangun sebuah trust. Kepercayaan yang terukur. Gabungan dari integritas, kompetensi, keintiman, dan kepentingan diri sendiri.

Trust = Competency + Integrity + Intimacy — Self Interest

Di akhir, beliau membuka sesi dialog kepada para jamaah. Ada tiga pertanyaan yang muncul.

  1. Apa gagasan bapak selama beberapa tahun ke depan terhadap teknologi?
  2. Bagaimana cara menjaga optimisme untuk kemajuan banga ini?
  3. Bagaimana cara mengatasi ketidakjujuran yang marak pada sebuah sistem?

Untuk jawaban pertama, beliau menekankan pada teknologi sebagai enabler. Kita bukan menerapkan teknologi, tetapi kita menyelesaikan masalah menggunakan teknologi. Jawaban kedua aku tidak terlalu memerhatikan sehingga lupa, mohon maaf. Bisa dicek di kanal youtube aja yaa. Kemudian yang paling menarik adalah jawaban ketiga.

Ilustrasi skema kuadran | Sumber: Google

Beliau menggunakan rumus kuadran. Dengan dua buah variabel, yaitu baik dan benar. Bahwa di sebuah sistem kita harus selalu memiliki mindset untuk berada di kuadrant I. Kita harus menjadi orang yang baik dan juga benar. Karena tanpa dua syarat itu, kita hanya akan menjadi orang yang serba tanggung dan tidak punya prinsip.

Dan karena waktu yang terbatas, beliau harus segera mengakhiri acara tersebut. Ditutup dengan closing statement yang menarik. Beliau mengapresiasi beberapa alumni ITB yang mendampingi beliau sepanjang perjalanan. Ada yang mengabdikan diri sebagai pengajar di daerah Kapuas di Kalimantan. Setahun tanpa adanya listrik. Ada yang membersamai beliau selama menjabat sebagai gubernur. Dan ada juga yang menjadi seorang profesor di NTU.

Itu saja ceritaku. Semoga ada hikmah yang bisa diambil. Terimakasih.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Diffa' Shada
Diffa' Shada

No responses yet

Write a response